Bumi yang Rusak untuk Anakku?
Malam ini kupandangi wajah anakku yang baru akan menginjak usia 2 tahun itu. Dalam lelapnya, dia begitu lugu dan tak berdosa. Tanpa sadar aku menangis. Kenapa?
Aku tak bisa membayangkan, akan hidup di lingkungan seperti apa dia (dan adik-adiknya) kelak.
Bumi yang kutinggali kini semakin panas saja. Dulu rasanya tidak banyak rumah yang membutuhkan pendingin ruangan (AC) karena memang suhu udara tidak sepanas sekarang. Di lingkunganku saja, 80% rumah – rumah sudah memasang AC untuk mendinginkan hawa ruangan dalam rumah. Padahal AC mengandung Freon yang turut andil “membolongi” ozon sebagai penangkal ultra violet. Bagaimana tidak mungkin 10 tahun ke depan bumi tak semakin panas? Apalagi jumlah hutan semakin berkurang. Pohon-pohon dibabat demi kepentingan ekonomi dan perumahan rakyat. Bahkan presiden negara ini pun tak peduli pada nasib hutan Indonesia yang sudah tambah gundul ini. Konon, sang pemimpin itu lebih memilih menyewakan hutan-hutan ini pada pengusaha-pengusaha pembabat hutan dengan harga murah, dengan mengorbankan kepentingan lingkungan hidup. Sekali lagi untuk apa? Tentu saja EKONOMI! Apa sudah tidak ada jalan yang bisa ditempuh utuk meningkatkan ekonomi negara ini?
Inconvenient Truth, film dokumenter karya Al Gore, mungkin dipandang sinis oleh sebagian orang. Tapi kupikir tidak ada salahnya kita mulai memikirkannya. Memikirkan apa yang bisa saja terjadi pada bumi yang kita tinggali sekarang ini. Terus terang, melihat cuplikan filmnya saja aku merasa merinding melihat keadaan bumi yang bisa sedemikian parah beberapa tahun ke depan, tahun-tahun yang akan dilalui oleh anak-anakku. Sungguh aku merasa sedih, membayangkan mereka harus hidup di bumi yang semakin panas tahun demi tahun, dimana daratan akan mulai ditenggelamkan oleh lautan, dimana penyakit-penyakit “aneh” mulai berjangkitan. Astaghfirullah! Aku ngeri. Padahal mereka tak turut andil dalam memanaskan bumi, tapi mengapa justru mereka yang akan menerima akibatnya?
Kupandangi sekali lagi wajah anakku yang sedang terlelap itu. Apakah bumi yang semakin rusak ini akan kutunjukkan pada engkau, wahai anakku? Ibu tak tahu harus berbuat apa. Ibu belum mampu berbuat yang lebih besar. Mungkin Ibu hanya bisa mengajari kalian sedikit demi sedikit berbuat sesuatu untuk lingkungan mula dari rumah kita sendiri. Dan ibu berharap, kalian bisa menularkannya pada anak cucu kalian. Mungkin apa yang ibu lakukan tidak banyak memberikan andil, tapi setidaknya ibu tidak akan terus didera rasa bersalah akan keadaan bumi yang bisa saja semakin rusak. Ah…semoga saja tidak.
Label: Bumi
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda